Pertengahan Mei 2004, saya tengah dikejar tenggat. Hari Kamis adalah hari terakhir sebelum majalah naik cetak. Sebuah editan naskah yang masih setengah jadi sudah menunggu sementara saya harus melakukan wawancara pada hari yang sama. Di dalam taksi, saat menuju lokasi wawancara, di tengah kemacetan Jakarta, Personal Digital Assistant (PDA) saya, Palm Zire 21, terbukti sangat membantu. Besarnya tidak lebih dari telapak tangan. Murah dan sederhana, berbingkai putih dengan bagian belakang abu-abu dan pelindung layar dari karet berwarna biru muda. Dengan bantuan peranti lunak Docs to Go, naskah pun bisa terselesaikan ketika saya masih dalam perjalanan kembali menuju kantor. Sesampai di meja kerja, saya melakukan sinkronisasi ke komputer dan… naskah pun siap di-layout oleh bagian desain grafis.
Cerita tersebut bersetting tahun 2004, tapi saya baru membacanya beberapa waktu lalu di Business Week edisi 28 Juni – 5 Juli 2006. Hizbullah Arief menuliskannya sebagai paragraf pembuka tulisannya tentang perkembangan penggunaan Personal Digital Assistant (PDA) di Indonesia.
Dari keseluruhan tulisan, paragraf pertama itulah yang paling membuat saya tergugah. Teknologi perangkat bergerak (mobile devices) tengah berkembang dengan sangat cepat. Meskipun kebanyakan masyarakat merespon dengan cara yang menurut saya kurang tepat karena hanya menjadikannya perangkat fashion, tapi lambat laun manfaat sebenarnya dari teknologi ini semakin terasa.
Di kantor saya yang sebelumnya (dan kami teruskan pengembangannya di perusahaan yang baru karena perusahaan sebelumnya tidak mengembangkannya lagi), kami mengembangkan teknologi Mobile Messaging yang memungkinkan penggunanya bertukar pesan antar ponsel melalui GPRS atau mobile internet. Sehingga mereka hanya akan terbebani biaya yang jauh lebih rendah dari SMS, karena per 1000 karakter (1 KB) hanya dikenai tak lebih dari Rp.25,-. Sangat efisien bukan? π Itulah kenapa kami tidak hanya merancang sistem ini untuk dipakai sebagai pengganti SMS bagi kebanyakan pengguna ponsel, tapi kami juga merancang sistem Mobile Messaging yang bisa dipakai sebuah perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan mobilitas di perusahaan mereka.
Ketika membaca tulisan Arief, yang terbayang oleh saya sebenarnya bukanlah sekedar memindahkan komputer ke dalam genggaman tangan sehingga bisa dibawa ke mana-mana. Tapi mengoptimalkan integrasi perangkat komunikasi dalam peranti genggam tersebut. Nantinya, seharusnya Arief tidak hanya bisa mengetik tulisannya di mobil dan kemudian menyetorkannya setibanya di kantor. Tapi, dia juga tidak perlu kembali ke kantor untuk menyerahkan tulisannya, cukup dengan mentransmisikannya melalui GPRS, mobile internet atau jaringan Wi-fi. Dengan begitu jadilah dia mobile journalist yang sebenarnya π dengan PDA-nya yang baru yang dia sebutkan di bagian akhir tulisannya.
… kini berganti-ganti PDA sudah lumrah. Orang semakin sering melakukannya, bagai sebuah gaya hidup. Saya sendiri telah meninggalkan Palm Zire 21 dan kini menggunakan HP iPaq.